Akankah Amalku Di Terima ?

Penulis: Ustadz Abdurrahman – Lombok

Beramal shalih memang penting karena merupakan konsekuensi dari keimanan seseorang. Namun yang tak kalah penting adalah mengetahui persyaratan agar amal tersebut diterima di sisi Allah. Jangan sampai ibadah yang kita lakukan justru membuat Allah murka karena tidak memenuhi syarat yang Allah dan Rasul-Nya tetapkan.

Dalam mengarungi lautan hidup ini, banyak duri dan kerikil yang harus kita singkirkan satu demi satu. Demikianlah sunnatullah yang berlaku pada hidup setiap orang. Di antara manusia ada yang berhasil menyingkirkan duri dan kerikil itu sehingga selamat di dunia dan di akhirat. Namun banyak yang tidak mampu menyingkirkannya sehingga harus terkapar dalam kubang kegagalan di dunia dan akhirat. Read more of this post

Memahami Posisi Imam dan Ma’mum Dalam Shalat Berjamaah

Oleh
Ustadz Abu Asma Kholid Syamhudi

Shalat berjamaah merupakan salah satu syiar Islam. Ia dapat menjadi media pemersatu hati kaum Muslimin. Berkumpulnya kaum Muslimin di rumah Allah untuk menunaikan ibadah dipimpin oleh seorang imam, yang tentunya membutuhkan aturan secara lengkap dan jelas. Semua itu diperlukan, karena sebagai kebutuhan, sehingga kaum Muslimin mengetahui aturan yang jelas saat berinteraksi dalam beribadah di tempat yang satu. Begitu juga saat melakukan shalat berjamaah, hendaklah setiap kaum Muslimin mengetahui tentang hal itu, sehingga tidak terjadi pelanggaran terhadap syariat. Read more of this post

Do’a dan Dzikir Setelah Sholat Fardhu

Kita disunnahkan membaca Doa dan Dzikir setelah Sholat Fardhu, yaitu sebagai berikut:

1. Membaca:

أَسْتَغْفِرُ اللهَ أَسْتَغْفِرُ اللهَ أَسْتَغْفِرُ اللهَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ

“Aku meminta ampunan kepada Allah (tiga kali). Ya Allah, Engkaulah As-Salaam (Yang selamat dari kejelekan-kejelekan, kekurangan-kekurangan dan kerusakan-kerusakan) dan dari-Mu as-salaam (keselamatan), Maha Berkah Engkau Wahai Dzat Yang Maha Agung dan Maha Baik.” (HR. Muslim 1/414) Read more of this post

Bentuk – bentuk Witir dan

BENTUK-BENTUK WITIR DAN JUMLAH RAKA’ATNYA

Oleh

Dr Said bin Ali bin Wahf Al-Qathani.

Witir memiliki jumlah raka’at dan bentuk-bentuk yang bermacam-macam sebagai berikut :

[a]. Sebelas Raka’at, Dengan Salam Pada Setiap Dua Raka’at Dan Berwitir Satu Raka’at.

Berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha yang menceritakan : “Rasulullah biasanya shalat malam sebelas raka’at, berwitir dari shalat itu dengan satu raka’at” Dalam riwayat lain : “Rasulullah biasanya shalat antara usai shalat Isya –yakni yang disebut sebagai atamah- hingga fajar sebanyak sebelas raka’at, mengucapkan salam antara dua rak’aat, dan berwitir satu raka’at” [1]

[b]. Tigabelas Raka’at, Setiap Dua Raka’at Salam, Dan Berwitir Satu Raka’at

Dasarnya adalah hadits Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan cara shalat Nabi. Dalam hadits itu tercantum : “… Maka akupun berdiri di sebelah kiri beliau. Tiba-tiba beliau meletakkan tangan kanan beliau di atas kepalaku, dan memegang telingaku serta memutar tubuhku hingga berada di sebelah kanannya, kemudian beliau shalat dua raka’at, dua raka’at, dua raka’at, dua raka’at, dua raka’at dan dua raka’at, kemudian beliau melakukan witir, lalu berbaring hingga datang muadzin. Setelah muadzin datang, beliau bangkit dan shalat dua raka’at ringkas, kemudian baru beliau keluar menuju jama’ah dan shalat shubuh” [2]

Diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma bahwa ia menceritakan : “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat malam tiga belas raka’at, kemudian baru keluar untuk shalat shubuh. [3]

Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani Radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan bahwa ia pernah berkata : “Aku betul-betul memperhatikan shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam hari. Beliau shalat dua raka’at ringkas, kemudian shalat dua raka’at yang panjang sekali, panjang sekali, panjang sekali, kemudian shalat lagi dua raka’at, namun tidak sepanjang yang pertama. Kemudian shalat lagi dua raka’at, juga tidak sepanjang dua raka’at yang sebelumnya. Kemudian shalat lagi dua raka’at namun juga tidak sepanjang dua rakaat sebelumnya. Kemudian shalat lagi dua raka’at, namun tidak sepanjang dua raka’at sebelumnya. Kemudian baru beliau melakukan witir. Jumlah semuanya tiga belas raka’at” [4] Read more of this post

HUKUM-HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN HEWAN KURBAN

Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al Atsari

Ada beberapa hukum yang berkaitan dengan hewan kurban. Sepantasnyalah bagi seorang muslim untuk mengetahuinya agar ia berada di atas ilmu dalam melakukan ibadahnya, dan di atas keterangan yang nyata dari urusannya. Berikut ini aku sebutkan hukum-hukum tersebut secara ringkas.

PERTAMA
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor domba jantan [1] yang disembelihnya setelah shalat Ied. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan.

“Artinya : Siapa yang menyembelih sebelum shalat maka tidaklah termasuk kurban sedikitpun, akan tetapi hanyalah daging sembelihan biasa yang diberikan untuk keluarganya” [2]

KEDUA
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada para sahabatnya agar mereka menyembelih jadza’ dari domba, dan tsaniyya dari yang selain domba [3]

Mujasyi bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengabarkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya jadza’ dari domba memenuhi apa yang memenuhi tsaniyya dari kambing” [4] Read more of this post

Tuntunan dalam Idhul Qurban

Penulis: Ustadz Azhari bin Muhammad Asri

Iedul Qurban adalah salah satu hari raya di antara dua hari raya kaum muslimin, dan merupakan rahmat Allah Subhanahu wa taala bagi ummat Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.

Hal ini diterangkan dalam hadits Anas radiyallahu anhu, beliau berkata: Nabi shallallhu alaihi wa sallam datang, sedangkan penduduk Madinah di masa jahiliyyah memiliki dua hari raya yang mereka bersuka ria padanya (tahun baru dan hari pemuda (aunul mabud), maka (beliau) bersabda: “Aku datang kepada kalian, sedangkan kalian memiliki dua hari raya yang kalian bersuka ria padanya di masa jahiliyyah, kemudian Allah menggantikan untuk kalian du a hari raya yang lebih baik dari keduanya; hari Iedul Qurban dan hari Iedul Fitri.” (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasai dan Al-Baghawi, shahih, lihat Ahkamul Iedain hal. 8).

Selain itu, pada Hari Raya Qurban terdapat ibadah yang besar pahalanya di sisi Allah, yaitu shalat Ied dan menyembelih hewan kurban. Insyallah pada kesempatan kali ini kami akan menjelaskan beberapa hukum-hukum yang berkaitan dengan Iedul Qurban, agar kita bisa melaksanakan ibadah besar ini dengan disertai ilmu. Read more of this post

Riba Menurut Tinjauan Syariat

Disusun oleh : Ust Armen Halim Naro, Lc

Usaha dagang atau bisnis dewasa ini merupakan mata pencaharian yang paling menonjol dan mempunyai perkembangan pesat. Hal ini merupakan fakta yang telah diramalkan oleh Rasul yang mulia. Sehingga yang terjun dalam usaha ini bukan hanya seorang suami saja -yang memang menurut Islam mempunyai kewajiban mencari nafkah bagi anak dan isterinya-, akan tetapi sang isteripun juga ikut menanganinya. Terlepas dampak yang ditimbulkan dari hal tersebut -baik atau buruk- tapi itu sebagai bukti, bahwa kita memang berada pada akhir zaman.

Diriwayatkan oleh Imam Nasa’i dari Amr bin Taghlib berkata, telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam,

Dari Amr bin Taghlib berkata, telah bersabda Rasullullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam: “Diantara tanda hari kiamat ialah berkembang dan banyaknya harta, dan tersebarnya perdagangan (bisnis). [1]

Juga diriwayatkan oleh Ahmad dan Hakim, dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi, bahwasanya beliau bersabda,

Dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi, bahwasanya beliau bersabda,”Diantara tanda hari kiamat, memberi salam kepada orang tertentu saja dan menyebarnya perdagangan, sehingga seorang isteri membantu suaminya dalam usahanya.” [2]

Islam memuji suatu perdagangan yang jujur sesuai dengan akhlak dan adab syara`. Akan tetapi, jika perdagangan tersebut menyeret seorang muslim hingga mengikuti arus dunia dan lupa terhadap hukum halal dan haram, maka demikian itu sangat dicemaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam, sehingga beliau selalu mengingatkan umatnya dari perbuatan tersebut dalam sebuah hadits, yang artinya :

Demi Allah, aku tidak cemas kefakiran menimpa kalian, akan tetapi yang sangat aku cemaskan jika dunia terbentang di hadapan kalian sebagaimana telah dibentangkan kepada orang-orang sebelum kalian.[3]  Sehingga kalian berlomba-lomba dengannya sebagaimana mereka berlomba (mengejar dunia) dan kalian dibuat lalai sebagaimana mereka dibuat lalai oleh dunia.[4] Read more of this post